Sabtu, 06 April 2013

Pemintalan Kokon

Kokon diolah menjadi benang lewat proses pemintalan. Untuk ini biasa digunakan Alat Pemintalan Tenaga Kaki (APTK). Alat ini banyak dipakai di daerah Bili-bili, Sulawesi Selatan. Proses pemintalannya adalah sebagai berikut.
  1. Mula-mula kokon direndam air dingin, lantas dimasukkan ke dalam air panas. Dalam air panas kokon ditekan-tekan hingga tenggelam. Air panas tidak perlu sampai mendidih.
  2. Air panas dikurangi apabila kokon yang tenggelam sudah sekitar 75%. Kokon kemudian dipindahkan ke alat pintal.
  3. Ujung kokon dicari dengan memakai alat serupa sikat atau sapu dari batang padi atau bahan lainnya. Serat tersebut kemudian dimaksukkan ke penyaring, lalu ke peluncur dan terakhir ke haspel. Haspel merupakan tempat penggulungan benang sutera.
  4. Apabila kokon habis, ditambah dengan yang baru. Umumnya tiap benang berasal dari 10=12 kokon. Jumlah ini bisa berubah menurut pemesanan benang. Benang yang putus harus disambung dengan sisa potongan sekitar 0,12 cm. Kokon yang putus ujungnya dicari lagi baru dilanjutkan pemintalan. Kokon yang sratnya terlalu sering putus, lebih baik dibuang dan diganti dengan yang baru.
  5. Benang sutera yang mengumpul di haspel dicuci. Cara mencucinya cukup dengan dicelupkan dalam air bersih. Lalu kumpulan benang dipindahkan ke haspel yang lebih besar. Biarkan benang ini hingga kering angin dengan sendirinya.
Benang yang sudah kering diambil dari haspel. Setelah itu ditimbang dan dimasukkan dalam plastik atau kemasannya. Benang ini dapat langsung dipasarkan.

Selain menggunakan APTK, kokon dapat dipintal denganAlat Pintal Tenaga Mesin (APTM). Di Indonesia, alat ini belum banyak. Yang tercatat sudah memilikinya adalah Perum Perhutani.

Selasa, 02 April 2013

Pengeringan Kokon Ulat Sutera

Seringkali sehabis panen, kokon langsung disiapkan untuk dipintal tanpa melewati proses penyimpanan. Bila demikian halnya kokon-kokon itu tidak perlu dikeringkan terlebih dahulu. Proses pengeringan ini dimaksudkan agar kokon tahan lama. Dengan demikian, walaupun pemintalan tidak segera dilakukan kokon sudah cukup awet untuk disimpan. Daya tahan kokon bila tidak disimpan hanyalah sekitar seminggu. Karena itu pemintalan yang berskala kecil dan diperkirakan mampu mengubah kokon menjadi benang tidak lebih dari seminggu sering tidak mempedulikan masalah pengeringan ini. Pengeringan kokon ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama adalah penjemuran dengan memanfaatkan sinar matahari. Kedua adalah dengan pengeringan di dalam oven.

Kokon yang dikeringkan di bawah sinar matahari tidak terlalu tahan disimpan, paling-paling sekitar 15-30 hari. Bila dalam jangka waktu tersebut, kokon tidak dipintal akan rusak dan tidak berguna. Daya tahan kokon yang dikeringkan lewat oven lebih lama lagi, yaitu 1,5-12 bulan. Akan tetapi, pengeringan dengan oven membutuhkan biaya tambahan yang tidak sedikit.

Kandungan air pada lapisan serat kokon adalah 12%. Sedang kandungan air pada pupa termasuk besar, yakni 77%. Pupa dalam kokon bernapas dan mengalami pertumbuhan juga. Ini menyebabkan terjadinya proses penguapan yang sedikit merusak kokon. Proses ini akan merusak jika kokon-kokon ditaruh bertumpuk. Kerusakan terjadi pada bagian lapisan serat kokon.

Kokon yang baru dipanen jangan dibiarkan berlama-lama di dalam keranjang. Bila hendak dipindah atau diangkut ke tempat lain, hindari goncangan dan gesekan. Caranya, dengan pengepakan yang baik. Tempat penyimpanan yang baik adalah yang mempunyai sirkulasi udara lancar, kering dan tidak terlalu panas atau dingin.

Beberapa Hal yang Perlu Diketahui Mengenai Kokon

Hal-hal berikut ini penting untuk diketahui sehubungan dengan proses pengolahan kokon selanjutnya.

* Reelability (daya pintal kokon)
Daya pintal kokon diperhitungkan lewat besar persentase putusnya -serat sewaktu kokon dipintal. Hasil uji reelabily besar sekali pengaruhnya terhadap harga jual kokon sebagai bahan baku benang sutera. Yang mempengaruhi reelability adalah jenis bibit, suhu dan terutama kelembapan udara saat pengokonan.

* Warna Kokon
Rata-rata warna kokon adalah putih. Namun, ada juga kokon yang dihasilkan dengan warna lain. Misalnya, warna kuning, kuning emas, hinau bambu, hijau dan kemerahan. Selain kokon yang berwarna hijau, warna itu terjadi karena pengaruh sericine. Dengan proses pemutihan (degumming) warna itu bisa hilang dan benang sutera yang dihasilkan akan berwarna putih.

* Bentuk dan Ukuran Kokon
Ada beberapa macam bentuk kokon, yaitu elips, bulat, berlekuk dan bulat panjang. Bentuk yang berbeda ini karena jenis dan sifat ulat yang dipelihara juga berbeda. Sedangkan besar kecilnya kokon dipengaruhi banyak hal seperti jenis ulat, kondisi suhu dan kelembapan, serta jumlah dan kualitas murbei yang diberikan.

* Ketegangan Kokon
Yang dimaksudkan ketegangan kokon adalah keras atau lembeknya kulit kokon bila ditekan. Kokon yang baik tentu saja yang keras. Kokon yang lembek tidak bagus apabila dipintal menjadi benang. Ketegangan kokon dipengaruhi oleh jenis bibit, kondisi pemeliharaan dan pengokonan.

* Kerutan Kokon
Pada kulit luar kokon ada kerutan. Di bagian luar kerutannya kasar, tetapi makin ke dalam makin kecil. Hal yang menyebabkannya adalah jenis bibit dan kondisi pengokonan. Kerutan yang kasar terjadi apabila kondisi pengokonan kering. Namun, jika kondisi basah dan suhu rendah, kerutan yang terjadi lebih rapat dan kecil. Kokon dengan kerut-kerut yang terlalu kasar kurang baik saat dipintal.

* Berat Kokon
Pengertian berat kokon adalah berat kokon keseluruhan termasuk berat kulit kokon ditambah pupa di dalamnya. Jenis ulat, jenis kelamin dan cara pemeliharaan akan mempengaruhi hal ini.

* Berat Kulit Kokon
Dalam hal ini yang dimaksud hanyalah kulit kokonnya saja. Makin berat kulit kokon makin banyak benang yang bisa dihasilkan. Jenis bibit dan jenis kelamin serta cara pemeliharaan berperan terhadap keadaan ini.

* Persentase Kulit Kokon
Cara menghitungnya adalah berat kulit kokon dibagi berat kokon keseluruhan dan dikalikan 100%. Persentase kulit kokon akan menentukan persentase benang sutera (raw silk) dalam pemintalan.

* Panjang Serat Sutera
Ukuran panjang serat yang dapat digulung dari sebutir kokon adalah panjang serat sutera. Kokon yang bagus akan menghasilkan serat sutera yang panjang dan mudah dipintal.

* Berat Serat Sutera
Pengertiannya adalah berat dari serat yang sudah dipintal dari sebutir kokon. Makin berat kulit kokon, makin berat pula serat suteranya. Namun, masih dipengaruhi pula oleh daya pintal kokon.

* Tebal Serat Sutera
 Satuan tebal serat sutera biasa dinyatakan dalam denier. Satu denier adalah serat yang memiliki panjang 450 m dan beratnya 0,05 gr. Bila akan dipintal kokon yang baik adalah yang ketebalan seratnya sama, baik di bagian luar maupun dalam. Agar kokon  yang dihasilkan memiliki serat yang tebal, maka saat inkubasi dan pemeliharaan ulat kecil suhunya harus tinggi dan basah. Pada saat ulat besar, diberi pakan daun murbei yang banyak, tidak keras dan jumlah ulat yang dipelihara jarang.

* Persentase Sutera
Besarnya persentase sutera didapat dari perbandingan berat benang sutera dengan berat kokon basah dikalikan 100%. Angka ini juga dapat mempengaruhi harga kokon.

* Buku-buku pada Serat
Yang termasuk dalam bagian ini adalah mata, buku dan bintik-bintik pada serat. Kesemuanya merupakan cacat pada benang sutera, jadi berperanan terhadap tinggi rendahnya kualitas kokon.

* Daya Tahan Tarikan
Ialah kekuatan serat sutera dalam menahan tarikan. Angka ini diperoleh dari tebal serat sutera (dalam denier) menahan tarikan (dalam gram). Kebanyakan serat sutera mempunyai daya tahan tarikan 3,5-4,0 gram/denier.

* Persentase Penguluran
Angka ini didapat dengan mengukur panjang serat sutera ketika ditarik hingga putus lantas dibandingkan dengan panjang serat mula-mula dikalikan 100%.

* Bulu-bulu
Bulu-bulu tipis keputihan akan terlihat saat benang sutera sudah ditenun menjadi kain. Penyebabnya adalah fibroin yang pecah. Ini terjadi pada kelenjar sutera ulat-ulat stadia kelima. Bulu banyak terdapat pada serat sutera yang tebal dan serat kokon dari ulat yang terlalu matang.