Ulat sutera terdiri dari beberapa jenis. Berdasarkan siklus hidupnya dibedakan 2 jenis, yaitu polyveltine dan biveltine. Jenis ulat polyveltine berasal dari daerah tropis. Telurnya dapat menetas secara alamiah. Sayang kualitas suteranya kurang baik. Jenis biveltyne berasal dari daerah dengan 4 musim. Telurnya hanya dapat menetas sesudah musim dingin (winter). Kualitas sutera yang dihasilkannya lebih baik.
Beradasarkan rasnya, ulat sutera terbagi menjadi 4, yaitu: ras eropa, ras china, ras jepang dan ras tropis. Di Indonesia saat ini banyak dikembangkan hasil silangan antara ras china dan ras jepang. Ternyata hasilnya banyak memiliki keunggulan daripada ras aslinya.
Untuk membesarkan ulat-ulat ini diperlukan pakan yang sampai saat ini masih tergantung dari daun murbei. Daun murbei yang baik untuk pakan adalah yang kandungan nutrisinya tinggi, tidak kaku dan tidak berbulu. Pemberian pakan dibedakan atas ulat yang masih kecil dan ulat besar. Ulat kecil terdiri dari instar I, II, dan III. Ulat besar terdiri dari instar IV dan V. Mutu daun murbei akan mempengaruhi pertumbuhan ulat sutera, mutu kokon, serta mutu serat yang dihasilkan.
Dewasa ini para peneliti berupaya menemukan alternatif pakan lain. Pakan yang sudah dicoba adalah daun singkong. Penelitian tersebut dalam taraf penyelidikan awal, sehingga hasilnya belum bisa dipraktikkan.
Kegiatan persuteraan alam mencakup dua aspek, yaitu agronomi dan industri. Kedua aspek itu saling berhubungan. Aspek agronomi terdiri dari usaha pengelolaan tanaman murbei sebagai pakan, produksi telur dan bibit, serta kegiatan pemeliharaan ulat sutera hingga terbentuk kokon sampai panen. Aspek industri mencakup kegiatan pengolahan kokon menjadi benang berikut proses penenunan hingga menjadi kain sutera, Sering juga proses sutera berlanjut. Tidak hanya menjadi tekstil saja melainkan juga pakaian jadi atau garment.
Budidaya persuteraan alam sebenarnya tidak terlalu sulit. Petani-petani pasti mampu melakukannya. Selain itu, biaya yang dibutuhkan relatif murah. Dalam skala kecil kegiatan beternak ulat sutera bisa dikerjakan sebagai kegiatan rumah tangga.
Salah satu kendala dalam pemeliharaan ulat sutera adalah serangan penyakit pebrine yang mengakibatkan kerusakan pada kulit dan mulut ulat sutera. Beberapa daerah di Indonesia juga sempat terjangkit penyakit ini, untunglah cara pengendaliannya telah ditemukan. Disamping menghasilkan benang, ada manfaat lain yang dapat diambil dengan membudidayakan ulat sutera. Pupa atau kokon yang isinya sudah mati mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi. Pupa ini dapat kita berikan pada ternak piaraan seperti ayam, itik atau babi. Sisa pakan ulat dan kotorannya juga dapat digunakan sebgai pupuk tanaman.
Segi lain yang menarik dari budidaya ulat sutera ini adalah singkatnya masa pemeliharaan. Dalam waktu sekitar sebulan kokon sudah bisa dipanen dan dapat segera dijual. Bila diusahakan dalam skala besar serta didukung oleh banyak peternak lain, maka kegiatan pemintalan kokon menjadi benang merupakan bisnis yang mengiurkan.
0 komentar:
Posting Komentar