Jumat, 28 September 2012

Pemeliharaan Ulat Sutra

Salah satu ciri-ciri kupu-kupu berkelamin jantan adalah fisiknya lebih kecil dibanding kupu-kupu betina. Tugas kupu-kupu jantan adalah membuahi sang betina. Sedikitnya butuh waktu dua jam untuk perkawinan yang produktif. Usai pembuahan, enam jam kemudian kupu-kupu betina bertelur. Setiap kupu-kupu betina biasanya mampu bertelur hingga 500 butir. Namun, siklus hidup ulat betina lebih pendek. Sedangkan ulat jantan mampu kawin hingga tiga kali, sebelum akhirnya mati.

Dibutuhkan ruang gelap untuk penetasan telur sutera. Bayi-bayi ulat berumur sehari membutuhkan pakan daun murbei muda dan suhu udara yang lembab. Sepanjang perjalanan hidup ulat sutera dari mulai periode instar pertama hingga kelima, ulat mengalami empat kali pergantian kulit. Kondisi ini berbarengan dengan perkembangan bentuk tubuhnya yang juga bertambah besar. Sepanjang hari, ulat-ulat sutera terus makan. Sedikitnya diperlukan satu ton pakan daun murbei segar untuk sekitar 25 ribu ulat sutera dalam satu siklus. Sesudah instar ketiga, menjelang instar keempat dan lima, ulat pun tidur.

Pada instar kelima menjelang pengokonan, selama dua hari ulat sutera makan daun murbei tanpa henti. Ketika masa pengokonan tiba, ulat tak lagi makan selama tiga hari. Tubuh ulat menjadi lebih bening saat pengokonan tiba dan bagian mulut mulai mengeluarkan serat. Masa panen pun tiba. Rata-rata tiap kokon, jika telah diolah serat direntang menjadi benang, bisa mencapai panjang hingga 1.000 meter.

Ulat sutera adalah larva dari serangga yang termasuk ordo Lepidoptera yang mengalami metamorfosa sempurna.  Siklus hidup ulat sutera diawali dari telur, kemudian menetas menjadi ulat, pupa dan akhirnya menjadi ngengat yang siap bertelur lagi.  Selama menjadi ulat, merupakan masa makan dan terjadi 4 kali pergantian kulit.

Sebelum terjadi pergantian kulit ulat sutera dinamakan instar 1, instar 2, instar 3, instar 4 dan instar 5,  dan ulat sutera sama sekali berhenti makan, saat ini dinamakan masa tidur atau masa istirahat.  Setelah instar 5 berakhir ulat mengokon untuk berubah menjadi pupa.  Selanjutnya pupa berubah menjadi kupu dan siklus akan berulang dimulai lagi dari telur.

Akibat perlakuan manusia sejak dahulu dengan membudidayakannya, maka sekarang ulat sutera sudah kehilangan sebagian fungsi tubuhnya.  Penciumannya sudah tidak bisa mengenal tanaman murbei dari jarak berapa meter.  Daya pegang kakinya juga sudah lemah, tidak mampu bertahan pada cabang oleh guncangan angin.  Demikian pula kupunya sudah tidak mampu terbang lagi.

Dalam perkembanganya ras sutera yang banyak dibudidayakan dikenal ada 4 jenis yang dapat memproduksi  kokon dan menghasilkan benang sutera berkualitas.  Keempat jenis itu adalah ulat sutera Ras Cina, Ras Jepang, Ras Eropa dan Ras Tropika.

Di Indonesia yang banyak dikembangkan adalah Ras Cina dan Ras Jepang.  Kedua ras ini mempunyai kelemahan dan keunggulan masing-masing. Dalam perkembangannya untuk mendapatkan jenis baru yang lebih unggul, maka di Pusat Pembibitan Ulat Sutera Candiroto dilakukan persilanan dari kedua jenis ini.  Dari hasil persilangan tersebut kelemahan-kelemahannya dapat dikurangi sedangkan sifat unggulnya lebih menonjol. Dengan demikian, belakangan ini telur ulat sutera yang banyak disebar ke petani adalah hasil persilangan ini.

Persuteraan Alam sudah cukup lama dikenal dan dibudidayakan oleh penduduk Indonesia. Mengingat sifat dan menfaatnya, maka Pemerintah melalui Departemen Kehutanan berupaya membina dan mengembangkan kegiatan persuteraan alam tersebut. Budidaya ulat sutera dimaksudkan untuk menghasilkan benang sutera sebagai bahan baku pertekstilan. Untuk melaksanakan pemeliharaan ulat sutera, terlebih dahulu dilakukan penanaman murbei, yang merupakan satu-satunya makanan (pakan) ulat sutera, Bombyx mori L.
Manfaat kegiatan persuteraan alam sebagai berikut :
  • Mudah dilaksanakan dan memberikan hasil dalam waktu yang relatif singkat;
  • Memberikan tambahan pendapatan kepada masyarakat khusunya di pedesaan;
  • Memberikan lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya;
  • Mendukung kegiatan reboisasi dan penghijauan.
Sebelum kegiatan pemeliharaan ulat sutera dimulai, beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti : tersedianya daun murbei sebagai pakan ulat sutera, ruang dan peralatan pemeliharaan serta pemesanan bibit/telur ulat sutera. Kesemua hal tersebut dilakukan dalam skala besar.
Penyediaan Daun Murbei :
  • Daun murbei untuk ulat kecil berumur pangkas ± 1 bulan dan untuk ulat besar berumur pangkas 2-3 bulan;
  • Tanaman murbei yang baru ditanam, dapat dipanen setelah berumur 9 bulan;
  • Untuk pemeliharaan 1 boks ulat sutera, dibutuhkan 400-500 kg daun murbei tanpa cabang atau 1.000 – 1.200 kg daun murbei dengan cabang;
  • Daun murbei jenis unggul yang baik untuk ulat sutera adalah : Morus alba, M. multicaulis, M. cathayana dan BNK-3 serta beberapa jenis lain yang sedang dalam pengujian oleh Balai Persuteraan Alam Sulawesi Selatan.
Ruangan Peralatan.
  • Tempat pemeliharaan ulat kecil sebaiknya dipisahkan dari tempat pemeliharaan ulat besar;
  • Pemeliharaan ulat kecil dilaksanakan pada tempat khusus atau pada Unit Pemeliharaan Ulat Kecil (UPUK);
  • Ruang pemeliharaan harus mempunyai ventilasai dan jendela yang cukup:
  • Bahan-bahan dan peralatan yang perlu disiapkan adalah : Kapur tembok, kaporit/papsol, kotak/rak pemeliharaan, tempat daun, gunting stek, pisau, ember/baskom, jaring ulat, ayakan, kain penutup daun, hulu ayam, kerta alas, kerta minyak/parafin, lap tangan dan lain-lain;
  • Desinfeksi ruangan dan peralatan, dilakukan 2-3 hari sebelum pemeliharaan ulat sutera dimulai, menggunakan larutan kaporit 0,5% atau formalin (2-3%), disemprotkan secara merata;
  • Apabila tempat pemeliharaan ulat kecil berupa UPUK yang berlantai semen, maka setelah didesinfeksi dilakukan pencucian.
Pesanan Bibit.
  • Pesanan bibit disesuaikan dengan jumlah daun yang tersedia dan kapasitas ruangan serta peralatan pemeliharaan;
  • Bibit dipesan selambat-lambatnya 10 hari sebelum pemeliharaan ulat dimulai melalui petugas / penyuluh atau langsung kepada produsen telur;
  • Apabila bibit/telur telah diterima, lakukan penanganan telur (inkubasi) secara baik agar penetasannya seragam.
Caranya adalah sebagai berikut :
  • Sebarkan telur pada kotak penetasan dan tutup dengan kertas putih yang tipis;
  • Simpan pada tempat sejuk dan terhindari dari penyinaran matahari langsung, pada suhu ruangan 25 -28 C dengan kelembaban 75-85%;
  • Setelah terlihat bintik biru pada telur, bungkus dengan kain hitam selama ± 2 hari
PELAKSANAAN PEMELIHARAAN ULAT SUTERA
Kegiatan pemeliharaan ulat sutera meliputi pemeliharaan ulat kecil, pemeliharaan ulat besar serta mengokonkan ulat.
  1. Pemeliharaan Ulat Kecil
Pemeliharaan ulat kecil didahului dengan kegiatan “Hakitate” yaitu pekerjaan penanganan ulat yang baru menetas disertai dengan pemberian makan pertama.
  • Ulat yang baru menetas didesinfeksi dengan bubuk campuran kapur dan kaporit (95:5), lalu diberi daun murbei yang muda dan segar yang dipotong kecil-kecil;
  • Pindahkan ulat ke sasag kemudian ditutup dengan kertas minyak atau parafin;
  • Pemberian makanan dilakukan 3 kali sehari yakni pada pagi, siang, dan sore hari;
  • Pada setiap instar ulat akan mengalami masa istirahat (tidur) dan pergantian kulit. Apabila sebagian besar ulat tidur ( 90%), pemberian makan dihentikan dan ditaburi kapur. Pada saat ulat tidur, jendela/ventilasi dibuka agar udara mengalir;
  • Pada setiap akhir instar dilakukan penjarangan dan daya tampung tempat disesuaikan dengan perkembangan ulat;
  • Pembersihan tempat ulat dan pencegahan hama dan penyakit harus dilakukan secara teratur.
Pelaksanaanya sebagai berikut :
  • Pada instar I dan II, pembersihan dilakukan masing-masing 1 kali. Selama instar III dilakukan 1-2 kali yaitu setelah pemberian makan kedua dan menjelang tidur;
  • Penempatan rak/sasag agar tidak menempel pada dinding ruangan dan pada kaki rak dipasang kaleng berisi air, untuk mencegah gangguan semut;
  • Apabila lantai tidak ditembok, taburi kapur secara merata agar tidak lembab;
  • Desinfeksi tubuh ulat dilaksanakan setelah ulat bangun tidur, sebelum pemberian makan pertama.
Penyalur ulat kecil dari UPUK ke tempat pemeliharaan petani / kolong rumah atau Unit Pemeliharaan Ular Besar (UPUB), dilakukan ketika sedang tidur pada instar III. Perlakuan pada saat penyaluran ulat sebagai berikut :
  • Ulat dibungkus dengan menggulung kertas alas;
  • Kedua sisi kertas diikat dan diletakkan pada posisi berdiri agar ulat tidak tertekan;
  • Penyaluran ulat sebaiknya dilaksanakan pada pagi atau sore hari.
Pemeliharaan Ulat Besar.
Kondisi dan perlakuan terhadap ulat besar berbeda dengan ulat kecil. Ulat besar memerlukan kondisi ruangan yang sejuk. Suhu ruangan yang baik yaitu 24-26 C dengan kelembapan 70-75%.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan ulat besar adalah sebagai berikut :
  • Ulat besar memerlukan ruangan/tempat pemeliharaan yang lebih luas dibandingkan dengan ulat kecil;
  • Daun yang dipersiapkan untuk ulat besar, disimpan pada tempat yang bersih dan sejuk serta ditutup dengan kain basah;
  • Daun murbei yang diberikan pada ulat besar tidak lagi dipotong-potong melainkan secara utuh (bersama cabangnya).
  • Penempatan pakan diselang-selingi secara teratur antara bagian ujung dan pangkalnya;
  • Pemberian makanan pada ulat besar (instar IV dan V) dilakukan 3-4 kali sehari yaitu pada pagi, siang, sore dan malam hari;
  • Menjelang ulat tidur, pemberian makan dikurangi atau dihentikan. Pada saat ulat tidur ditaburi kapur secara merata;
  • Desinfeksi tubuh ulat dilakukan setiap pagi sebelum pemberian makan dengan menggunakan campuran kapur dan kaporit (90:10) ditaburi secara merata;
        • No. Suhu dan Kelembaban Umur Ulat
          ( Hari )
          Jumlah Kebutuhan
          Daun (kg)
          Luas Tempat
          (M2)
          Ket.
          I II
          III
          IV
          V
          26-28 C 80-90%
          26-28 C
          80-90%
          26 C
          80%
          24-26 C
          70-75%
          24-26 C
          70-75%
          2 – 3 3 – 4
          2 – 3
          4 – 5
          6 – 7
          1,5 3,5
          15
          40-50
          350-400
          0,4 m2 1,6 m2
          1,6 m2
          3,2 m2
          3,5 m2
          5 m2
          5 m2
          14 m2
          15-18 m2
          Awal Akhir
          Awal
          Akhir
          Awal
          Akhir
          Awal
          Akhir
          Awal
        • Pada instar IV, pembersihan tempat pemeliharaan dilakukan minimal 3 kali, yaitu pada hari ke-2 dan ke-3 serta menjelang ulat tidur;
        • Pada instar V, pembersihan tempat dilakukan setiap hari;
        • Seperti pada ulat kecil, rak/sasag ditempatkan tidak menempel pada dinding ruangan dan pada kaki rak dipasang kaleng yang berisi air.
        • Apabila lantai ruangan pemeliharaan tidak berlantai semen agar ditaburi kapur untuk menghindari kelembaban tinggi.
Mengokonkan Ulat.
Pada instar V hari ke-6 atau ke-7 ulat biasanya akan mulai mengokon. Pada suhu rendah ulat akan lebih lambat mengokon. Tanda-tanda ulat yang akan mengokon adalah sebagai berikut :
  • Nafsu makan berkurang atau berhenti makan sama sekali;
  • tubuh ulat menjadi bening kekuning-kuningan (transparan);
  • Ulat cenderung berjalan ke pinggir;
  • Dari mulut ulat keluar serat sutera.
Apabila tanda-tanda tersebut sudah terlihat, maka perlu di ambil tindakan sebagai berikut :
  • Kumpulkan ulat dan masukkan ke dalam alat pengokonan yang telah disiapkan dengan cara menaburkan secara merata.
  • Alat pengokonan yang baik digunakan adalah : rotari. Seri frame, pengokonan bambu dan mukade (terbuat dari daun kelapaatau jerami yang dipuntir membentuk sikat tabung).
Masa perkembangan larva ulat sutera berlangsung sekitar 21-26 hari hingga membentuk kepompong/pupa, ulat sutera yang baru keluar dari telur kelihatan kecil-kecil kehitam-hitaman atau coklat gelap kepala besar serta badannya masih tertutup bulu. Pada hari kedua berat dan ukuran tubuh berubah, warnanya kehijau-hijaun dan bulunya seolah rontok, sesudah itu ia akan berhenti makan, memasuki masa istirahat dan diakhiri dengan pergantian kulit, sesudah memasuki instar ke-2, selanjutnya ulat akan memasuki instar ke 3, 4 dan 5, yang semuanya didahuli masa istirahat dan ganti kulit. Pada akhir instar ke-5 biasanya tidak terjadi pergantian kulit tetapi tubuhnya berangsur kelihatan seolah-olah tembus cahaya dan ulat akan berhenti makan. Ulat seperti ini sudah waktunya mengeluarkan serat sutera dan membuat kokon. Ulat yang sudah siap untuk mengokon ini biasanya disebut ulat-ulat yang sudah matang. 

Lama tiap-tiap instar tidak sama. Biasanya yang terpendek ialah instar ke dua kemudian yang pertama, ketiga, keempat dan kelima. Masa istirahat lebih kurang sehari tetapi ini pun tidak sama, yang terpendek adalah masa istirahat instar ke dua, kemudian instar pertama, ketiga dan keempat. Lamanya periode hidup mulai dari saat lahir sampai masa membuat kokon kurang lebih satu bulan, tetapi hal ini biasanya dipengaruhi oleh iklim dan temperatur setempat.

Suhu dan kelembaban memegang peranan secara langsung maupun tidak langsung pada pertumbuhan ulat. Pertumbuhan ulat sutera makin dipersingkat dengan meningkatnya suhu. Didaerah tropis seperti Indonesia, umumnya periode ulat kecil (instar 1-3) berkisar 11-13 hari dengan suhu antara 23-28ºC dan kelembaban antara 83-91% sedang periode ulat besar (instar IV-V) berkisar antara 10-15 hari dengan suhu 23-25ºC dan kelembaban 75-80%.

Apabila suhu rendah dan kelembaban tinggi ditambah dengan keadaan ruangan basah maka ulat-ulat yang akan mengokon akan banyak yang mati di saat pembuatan kokon. Selama jangka waktu tersebut pertumbuhan ulat sutera begitu pesat sehingga bila dibandingkan berat ulat pada saat sebelum mengokon kurang lebih 10.000 kali berat ulat yang baru lahir.
Untuk pertumbuhannya ulat sutera memerlukan air, protein, asam-asam amino, senyawa nitrogen yang bukan protein, karbohidrat, lemak, mineral serta vitamin. Selain itu juga protein juga sangat penting dalam pembentukan fiborin yang menyusun serat sutera.

Banyaknya produksi sutera, kecepatan pertumbuhan dan sifat resistensi terhadap penyakit banyak dipengaruhi oleh nutrisi. Oleh karena itu, pertumbuhan ulat sutera yang dipelihara tergolong tidak maksimal karena banyak ulat yang dipelihara tersebut akhirnya mati. Hal tersebut pula yang menyebabkan jumlah atau persentase ulat yang hidup dari tiap-tiap individu juga berbeda. Menurut Samsijah dan Kusumaputera (1978), kebutuhan utama larva ulat sutera instar I sampai III adalah air dan protein. Pada ulat sutera instar IV dan V memerlukan lebih banyak protein dan karbohidrat terutama untuk pembentukan kelenjar sutera. 

Setelah instar lima berlangsung sekitar satu minggu, nafsu makan ulat akan berkurang dan hanya makan sedikit. Tubuh akan menjadi transparant dan mengecil. Ulat dinamakan sudah matang. Tubuh menjadi transparant karena volume kelenjar sutera meningkat mengisi sebagian besar tubuh. Tanda-tanda ulat matang sebagai berikut: 1) tubuh ulat pendek dan gemuk; 2) segmen dada tembus cahaya; 3) kotoran hijau, lembek dan bentuk tidak beraturan; 4) bergerak mengelilingi rak ulat untuk mendapatkan tempat untuk mengokon; 5) ulat mengangkat kepala dan dadanya dan sebagian mengeluarkan serat dari mulutnya untuk membuat fondasi kokon. Serat yang keluar disebut floss dan biasanya sekitar 1-2% dari bobot kulit kokon.

Kondisi klimat seperti temperatur kelembaban, sirkulasi udara selama masa mengokon akan berpengaruh terhadap kualitas kokon terutama kualitas pintal. Temperatur sebaiknya 22-23ºC dan kelembaban 60-70%.
Pada masa mengokon, disamping memerlukan kelembaban yang rendah, sirkulasi udara juga perlu mendapatkan perhatian karena dengan sirkulasi udara yang tidak baik maka daya gulung menurun dari 90% samapai 54%. Ulat sutera mengeluarkan banyak air pada saat mengokon sampai saat membuat kokon. Dari 25.000 ekor ulat dikeluarkan air sekitar 57 liter yang berasal dari respirasi, urine, kotoran, serat dan lain-lain. Kelembaban ini harus segera dihilangkan. Urine dan kotoran ulat harus dibuang 8-12 jam setelah mengokon, pada saat kokon mencapai lapisan tipis.

Bila mengokon tidak dilakukan pada waktu yang tepat, akan berpengaruh negatif pada kualitas dan kuantitas kokon. Bila terlau cepat, ulat dapat dikokonkan tetapi akan mati dialat pengokonan atau kandungan serat akan rendah menghasilkan daya gulung yang rendah. Sebaliknya bila terlalu matang, sebagian serat akan terbuang. Dalam hal ini akan menurunkan kualitas kokon dalam hal daya gulung, kekuatan serat, warna dan harga yang murah. Untuk alasan ini mengokonkan yang baik untuk ulat matang harus dilakukan (Kaomini dan Andadari 2004).

Standar mutu kokon dapat diklasifikasikan berdasarkan berat kokon, persentase kulit kokon, dan presentase kokon cacat. Klasifikasi mutu kokon dalam uji visual diperlukan tiga parameter untuk lenentukan kelas mutu kokon, yaitu : prosentase kokon cacat, berat kokon dan prosentase kulit kokon. Sedangkan untuk parameter uji labolatorium : daya gulung, panjang serat.

Berat kokon merupakan faktor yang sangat penting dipandang dari segi reeling kokon. Berat kokon bervariasi sesuai dengan kondisi pemeliharaan ulat dan varietas ulat. Kokon dengan pupa betina biasanya lebih berat dari pada kokon dengan pupa jantan. Pada umumnya berat kokon adalah 1,5-1,8 gram untuk varietas murni dan 2,0-2,5 gram untuk hybrida.
Makin berat kulit kokon, makin besar kandungan seratnya. Hal ini bervariasi, sesuai dengan varietas ulat sutera, dan kondisi pemeliharaan dan kondisi pengokonan. Kokon dengan pupa betina lebih berat dari pada yang jantan. Pada umumnya beratnya antara 30-40 cgr untuk varietas murni dan 35-55 cgr untuk hybrida.

Beberapa bentuk kokon cacat, antara lain adalah : 1) Kokon Ganda (Kokon yang dibuat oleh dua ekor ulat bersama-sama, menghasilkan kokon yang besar, lapisan sutera yang tebal dan berkerut kasar); 2) Kokon Bernoda Dalam (Kokon yang pupanya mati atau terluka didalam sehingga kokonnya ternoda di dalam); 3) Kokon Bernoda Luar (Kokon yang ternoda oleh kotoran atau ulat mati dibagian luarnya); 4) Kokon Berujung Tipis (Kulit kokon yang tipis pada bagian ujungnya).


Sumber:
http://baskara90.wordpress.com/

0 komentar:

Posting Komentar