Rabu, 10 Oktober 2012

Desinfeksi "Sebuah Tindakan Preventif Penyakit Ulat Sutera"

Hingga saat ini sutera masih merupakan salah satu komoditas andalan di Sulawesi Selatan, untuk itu kelestarian dan kestabilan produksi harus dijaga dengan mengeliminir faktor- faktor penyebab kegagalan usaha persuteraan alam. Diantara beberapa faktor penyebab kegagalan, maka yang paling mendominasi dan sulit diprediksi adalah munculnya berbagai penyakit pada saat pemeliharaan ulat sutera, bahkan sering terjadi hal tersebut tidak muncul pada fase awal pemeliharaan ulat tetapi muncul pada saat ulat menjelang mengokon yang dapat dikatakan sebagai periode akhir dalam pemeliharaan ulat sutera.Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu tindakan preventif yang berupa tindakan desinfeksi sebelum, selama dan setelah pemeliharaan ulat sutera berlangsung.


II . TAHAP PELAKSANAAN DESINFEKSI
A. Desinfeksi Sebelum Pemeliharaan
Sebelum periode pemeliharaan dimulai, sambil menyiapkan berbagai alat dan bahan yang akan digunakan, maka salah satu kegiatan yang sangat penting dilaksanakan adalah desinfeksi yang berupa:
- Desinfeksi rumah ulat/ruangan pemeliharaan
- Desinfeksi alat- alat pemeliharaan

1. Desinfeksi rumah ulat atau ruangan pemeliharaan.
Desinfeksi rumah ulat atau ruangan pemeliharaan sebaiknya dilakukan seminggu sebelum pemeliharaan ulat dilaksanakan agar sisa atau residu bahan desinfektan yang digunakan tidak berpengaruh ke ulat mengingat ulat sutera sangat peka terhadap keadaan lingkungan. Terlebih bila tempat yang digunakan untuk memelihara ulat tersebut telah digunakan pada periode sebelumnya, kendati tidak ada serangan penyakit terlebih bila terdapat serangan hama atau penyakit maka harus betul-betul dibersihkan dengan jalan desinfeksi secara menyeluruh dan intensif. Tindakan desinfeksi perlu dilakukan agar bibit penyakit pada periode sebelumnya tidak menjadi sumber inokulum pada periode pemeliharaan selanjutnya. Desinfeksi dapat dilakukan dengan penyemprotan larutan formalin 2% atau kaporit. Penyemprotan dilakukan untuk membasmi bibit penyakit virus, bakteri dan cendawan baik yang ada dilantai, dinding maupun langit-langit ruang pemeliharaan. Untuk desinfeksi bagian dalam dari ruang pemeliharaan diperlukan kira-kira 3 liter larutan untuk 3,3 m2 luas lantai (Atmosoedarjo dkk, 2000). Hal ini perlu diperhatikan sebab walaupun desinfeksi diterapkan tetapi bila pelaksanaanya kurang tepat, maka tidak memusnahkan sumber inokulum malah dapat menyebabkan hama atau penyakit menjadi resisten.

2. Desinfeksi alat-alat pemeliharaan
Untuk desinfeksi alat pemeliharaan seperti sasag pemeliharaan, keranjang, tempat penyimpanan daun, pisau daun, baskom, ember, alat pengokonan dsb, yang akan bersentuhan langsung dengan ulat atau daun murbei sebaiknya dilakukan dengan metode pencelupan dengan menggunakan kaporit yang dilarutkan 200 kali dalam drum atau bak penampungan. Pencelupan dilakukan selama 30 menit, sesudah itu alat-alat tersebut dikeringkan. Khusus peralatan atau benda-benda yang terbuat dari kayu atau bambu dimana hypa cendawan Aspergillus dapat menembus jauh ke bagian dalam benda-benda tsb, maka metode semprot kurang efektif dan sebaiknya menggunakan metode pencelupan.

B. Desinfeksi Saat Pemeliharaan

Beberapa jenis desinfeksi yang penting dilaksanakan pada saat pemeliharaan adalah:
1. Desinfeksi tangan sebelum memulai pekerjaan
Bagi pemelihara ulat sutera sebelum memulai aktivitas pekerjaan dalam pemeliharaan ulat sebaiknya diperhatikan kebersihan badan dan pakaian terutama tangan yang bersentuhan langsung dengan ulat, murbei, maupun peralatan yang digunakan. Pembersihan tangan dapat dilakukan dengan air bersih lalu dicelup ke dalam larutan kaporit.

Hal ini sangat penting dilaksanakan untuk mencegah agar hama dan penyakit maupun bahan lain misalnya wangi-wangian terbawa pada saat pemeliharaan ulat, terutama ulat kecil yang sangat peka sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan pemeliharaan ulat sutera mengalami kegagalan. Terlebih bila tenaga pemelihara ulat terbatas dalam artian disamping melaksanakan kegiatan kebun seperti pengambilan daun juga melaksanakan pekerjaan di rumah ulat seperti pemberian pakan. Keadaan ini sangat memungkinkan bahwa bibit penyakit dari kebun terbawa masuk ke ruang pemeliharaan melalui pakaian ataupun tangan si pemelihara.

2. Desinfeksi tubuh ulat sutera
Desinfeksi tubuh ulat sutera dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan berbagai macam penyakit pada saat pemeliharaan berlangsung.
Beberapa tahap penting pemberian desinfektan pada tubuh ulat sutera antara lain:
- Penetasan/Hakitate
Hakitate adalah kegiatan pemberian makan pertama saat ulat baru menetas. seperti diketahui bahwa ulat yang baru menetas sangat peka dan rentan terhadap berbagai penyakit, untuk itu desinfeksi tubuh ulat sangat perlu dilakukan sebelum pemberian makan, hanya perlu diperhatikan bahwa pemberian desinfektan sebaiknya dilakukan pada saat menjelang pemberian pakan atau penetasan ulat sudah seragam agar hasilnya bisa maksimal dan pertumbuhan ulat seragam.

- Tidur atau istirahat
Pada saat ulat sutera tidur atau istirahat maka aktifitas makan terhenti untuk beberapa waktu tergantung instar pertumbuhannya. Biasanya menjelang periode tersebut sisa makanan tidak sempat dibersihkan jadi ulat sutera tidur diantara makanan yang tersisa. Pemberian desinfektan penting untuk dilakukan dengan tujuan memberi perlindungan bagi tubuh ulat terhadap berbagai serangan penyakit serta mengeringkan daun sisa makanan yang tertinggal agar tidak termakan pada saat setelah berganti kulit. Desinfektan yang lazim digunakan pada saat tersebut adalah kapur, dimana bahan ini mudah menyerap air sehingga dapat mengurangi kelembaban yang dapat memacu pertumbuhan penyakit. Bahkan dikalangan pemerhati sutera dikenal istilah “ Tidur kapur bangun kaporit” yang maksudnya pada saat tidur diberi desinfektan kapur dan setelah berganti kulit atau bangun diberi kaporit.

- Bangun/ berganti kulit
Pada saat baru bangun tidur atau berganti kulit ulat sutera melepaskan kulit lama sehingga biasanya kulit baru masih lembek, pada periode tersebut kondisi ulat sangat lemah dan mudah terserang penyakit. Pemberian desinfektan perlu dilakukan sebelum pemberian makan, hal ini penting diperhatikan sebab penularan penyakit dari daun ke tubuh ulat sangat mungkin terjadi lewat pakan, karena infeksi virus kebanyakan terjadi karena pemberian pakan dengan daun murbei yang mengandung virus (Tanada dan Kaya, 1993) dalam (Budisantoso dan Nurhaedah, 1999).

C. Desinfeksi Setelah Pemeliharaan
Setelah berakhir satu periode pemeliharaan ulat sutera yang ditandai dengan panen kokon, maka semua peralatan yang digunakan pada saat pemeliharaan berlangsung harus segera dibersihkan, selanjutnya dilakukan desinfeksi secara menyeluruh baik rumah ulat, peralatan maupun pekarangan sekitar rumah ulat.

III. PERANAN DAN PELAKSANAAN DESINFEKSI PADA PEMELIHARAAN ULAT SUTERA
Desinfeksi dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya penyakit baik di dalam maupun diluar ruangan pemeliharaan, terutama penyakit yang disebabkan oleh cendawan sebab spora cendawan sangat mudah menyebar melalui perantaraan angin. Disamping itu juga berfungsi untuk melindungi ulat sutera dari serangan berbagai macam penyakit baik virus maupun bakteri. Tindakan desinfeksi harus dilaksanakan sedini mungkin dimulai sejak ulat baru menetas atau sebelum hakitate, bahkan pada saat instar ke IV sampai menjelang mengokon sebaiknya dilakukan setiap hari sebelum pemberian pakan kecuali saat istirahat. Hal ini diperlukan sebab semakin tinggi pertumbuhan ulat pemberian pakan semakin banyak sehingga intensitas penularan penyakit lewat patogen pakan lebih banyak. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Saing dan Sumirat (1997) yang menunjukkan bahwa, tingkat mortalitas ulat bertambah seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan ulat sutera.Desinfeksi ulat sutera dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi. Desinfeksi secara fisik dapat dilakukan dengan menggunakan cahaya matahari, air mendidih dan uap air (Lee Y.K. 1995) sedang kimiawi berupa: kapur, kaporit dan formalin.

Pelaksanaan desinfeksi secara fisik dengan sinar matahari disamping murah juga mudah dilaksanakan, hanya memerlukan waktu yang lama karena tergantung pada keadaan cuaca dan bila musim hujan hal ini tidak dapat dilakukan, juga untuk alat-alat yang terbuat dari bambu atau kayu metode ini tidak efektif sebab hypa cendawan dapat menembus jauh ke bagian dalam sehingga kemungkinan tidak terjangkau. Untuk peralatan yang kecil seperti pisau, kuas dapat dilakukan dengan air mendidih atau uap air. Desinfeksi secara kimiawi dengan menggunakan kapur, kaporit dan formalin memerlukan waktu yang tidak terlalu lama dan hasilnya lebih efektif, namun memerlukan biaya yang lebih mahal. Pelaksanaan dapat dilakukan melalui metode pencelupan untuk alat pemeliharaan seperti pisau daun, baskom dan alat pengokonan juga dapat dilakukan dengan penyemprotan untuk ruangan pemeliharaan serta penaburan untuk tubuh ulat dengan menggunakan ayakan.

Dengan demikian desinfeksi disini dapat berfungsi memberi ketahanan tubuh pada ulat sutera agar terhindar dari berbagai serangan penyakit dan faktor lain yang dapat menyebabkan kematian ulat.Untuk memperoleh hasil yang maksimal maka dalam pelaksanaan desinfeksi ini perlu diperhatikan aspek teknis meliputi ketepatan waktu, bahan dan dosis yang digunakan agar layak secara ekonomi dan juga aman bagi ekologis, serta efektif bagi target sasaran (Hidayat, 1985).

Dengan tindakan desinfeksi diharapkan serangan penyakit pada pemeliharaan ulat sutera tidak menimbulkan kerugian ekonomis dan produksi kokon dapat dipertahankan. Hasil penelitian Anwar (1989) dalam Atmosoedarjo, dkk (2000) menunjukkan dengan perlakuan desinfeksi pada ruang, alat dan tubuh ulat sutera menghasilkan kokon sebesar 27,417 kg kokon/box sedangkan tanpa perlakuan desinfeksi hanya sebesar 19,533 kg kokon/box.

IV. PENUTUP
Penerapan/pelaksanaan desinfeksi di petani masih menghadapi berbagai kendala antara lain: biaya, peralatan, dan pengetahuan tentang hal tersebut. Kendala ini sangat penting diatasi sehubungan dengan upaya untuk mengeliminir serangan penyakit dan menjaga keseimbangan dan stabilitas produksi sutera alam. Dan tentunya hal tersebut berdampak pada petani baik langsung maupun tidak langsung seperti pendapatan dan minat untuk mengusahakan komoditas tersebut.

DAFTAR PUSTAKA


Atmosoedarjo, J. Kartasubrata, M. Kaomini, W.saleh, W.Moerdoko, 2000. Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.

Lee, Y.K. 1995. Desinfection of Rearing Room and Appliances. In Principles and Practices in Sericulture. National Sericulture and Entomology Research Institute, Korea.

Saing M dan B. Sumirat, 1997. Efikasi berbagai jenis desinfektan terhadap penyakit Aspergillus (Aspergillus. spp.) pada ulat sutera. Buletin Penelitian Kehutanan Ujung Pandang.

Nurhaedah dan Budisantoso, 1999. Pengendalian penyakit Nucleus Polyhedrosis Virus pada ulat sutera dengan beberapa jenis desinfektan. Prosiding Balai Penelitian Kehutanan Ujung Pandang.

0 komentar:

Posting Komentar