Rabu, 10 Oktober 2012

Desinfeksi "Sebuah Tindakan Preventif Penyakit Ulat Sutera"

Hingga saat ini sutera masih merupakan salah satu komoditas andalan di Sulawesi Selatan, untuk itu kelestarian dan kestabilan produksi harus dijaga dengan mengeliminir faktor- faktor penyebab kegagalan usaha persuteraan alam. Diantara beberapa faktor penyebab kegagalan, maka yang paling mendominasi dan sulit diprediksi adalah munculnya berbagai penyakit pada saat pemeliharaan ulat sutera, bahkan sering terjadi hal tersebut tidak muncul pada fase awal pemeliharaan ulat tetapi muncul pada saat ulat menjelang mengokon yang dapat dikatakan sebagai periode akhir dalam pemeliharaan ulat sutera.Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu tindakan preventif yang berupa tindakan desinfeksi sebelum, selama dan setelah pemeliharaan ulat sutera berlangsung.


II . TAHAP PELAKSANAAN DESINFEKSI
A. Desinfeksi Sebelum Pemeliharaan
Sebelum periode pemeliharaan dimulai, sambil menyiapkan berbagai alat dan bahan yang akan digunakan, maka salah satu kegiatan yang sangat penting dilaksanakan adalah desinfeksi yang berupa:
- Desinfeksi rumah ulat/ruangan pemeliharaan
- Desinfeksi alat- alat pemeliharaan

1. Desinfeksi rumah ulat atau ruangan pemeliharaan.
Desinfeksi rumah ulat atau ruangan pemeliharaan sebaiknya dilakukan seminggu sebelum pemeliharaan ulat dilaksanakan agar sisa atau residu bahan desinfektan yang digunakan tidak berpengaruh ke ulat mengingat ulat sutera sangat peka terhadap keadaan lingkungan. Terlebih bila tempat yang digunakan untuk memelihara ulat tersebut telah digunakan pada periode sebelumnya, kendati tidak ada serangan penyakit terlebih bila terdapat serangan hama atau penyakit maka harus betul-betul dibersihkan dengan jalan desinfeksi secara menyeluruh dan intensif. Tindakan desinfeksi perlu dilakukan agar bibit penyakit pada periode sebelumnya tidak menjadi sumber inokulum pada periode pemeliharaan selanjutnya. Desinfeksi dapat dilakukan dengan penyemprotan larutan formalin 2% atau kaporit. Penyemprotan dilakukan untuk membasmi bibit penyakit virus, bakteri dan cendawan baik yang ada dilantai, dinding maupun langit-langit ruang pemeliharaan. Untuk desinfeksi bagian dalam dari ruang pemeliharaan diperlukan kira-kira 3 liter larutan untuk 3,3 m2 luas lantai (Atmosoedarjo dkk, 2000). Hal ini perlu diperhatikan sebab walaupun desinfeksi diterapkan tetapi bila pelaksanaanya kurang tepat, maka tidak memusnahkan sumber inokulum malah dapat menyebabkan hama atau penyakit menjadi resisten.

2. Desinfeksi alat-alat pemeliharaan
Untuk desinfeksi alat pemeliharaan seperti sasag pemeliharaan, keranjang, tempat penyimpanan daun, pisau daun, baskom, ember, alat pengokonan dsb, yang akan bersentuhan langsung dengan ulat atau daun murbei sebaiknya dilakukan dengan metode pencelupan dengan menggunakan kaporit yang dilarutkan 200 kali dalam drum atau bak penampungan. Pencelupan dilakukan selama 30 menit, sesudah itu alat-alat tersebut dikeringkan. Khusus peralatan atau benda-benda yang terbuat dari kayu atau bambu dimana hypa cendawan Aspergillus dapat menembus jauh ke bagian dalam benda-benda tsb, maka metode semprot kurang efektif dan sebaiknya menggunakan metode pencelupan.

B. Desinfeksi Saat Pemeliharaan

Beberapa jenis desinfeksi yang penting dilaksanakan pada saat pemeliharaan adalah:
1. Desinfeksi tangan sebelum memulai pekerjaan
Bagi pemelihara ulat sutera sebelum memulai aktivitas pekerjaan dalam pemeliharaan ulat sebaiknya diperhatikan kebersihan badan dan pakaian terutama tangan yang bersentuhan langsung dengan ulat, murbei, maupun peralatan yang digunakan. Pembersihan tangan dapat dilakukan dengan air bersih lalu dicelup ke dalam larutan kaporit.

Hal ini sangat penting dilaksanakan untuk mencegah agar hama dan penyakit maupun bahan lain misalnya wangi-wangian terbawa pada saat pemeliharaan ulat, terutama ulat kecil yang sangat peka sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan pemeliharaan ulat sutera mengalami kegagalan. Terlebih bila tenaga pemelihara ulat terbatas dalam artian disamping melaksanakan kegiatan kebun seperti pengambilan daun juga melaksanakan pekerjaan di rumah ulat seperti pemberian pakan. Keadaan ini sangat memungkinkan bahwa bibit penyakit dari kebun terbawa masuk ke ruang pemeliharaan melalui pakaian ataupun tangan si pemelihara.

2. Desinfeksi tubuh ulat sutera
Desinfeksi tubuh ulat sutera dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan berbagai macam penyakit pada saat pemeliharaan berlangsung.
Beberapa tahap penting pemberian desinfektan pada tubuh ulat sutera antara lain:
- Penetasan/Hakitate
Hakitate adalah kegiatan pemberian makan pertama saat ulat baru menetas. seperti diketahui bahwa ulat yang baru menetas sangat peka dan rentan terhadap berbagai penyakit, untuk itu desinfeksi tubuh ulat sangat perlu dilakukan sebelum pemberian makan, hanya perlu diperhatikan bahwa pemberian desinfektan sebaiknya dilakukan pada saat menjelang pemberian pakan atau penetasan ulat sudah seragam agar hasilnya bisa maksimal dan pertumbuhan ulat seragam.

- Tidur atau istirahat
Pada saat ulat sutera tidur atau istirahat maka aktifitas makan terhenti untuk beberapa waktu tergantung instar pertumbuhannya. Biasanya menjelang periode tersebut sisa makanan tidak sempat dibersihkan jadi ulat sutera tidur diantara makanan yang tersisa. Pemberian desinfektan penting untuk dilakukan dengan tujuan memberi perlindungan bagi tubuh ulat terhadap berbagai serangan penyakit serta mengeringkan daun sisa makanan yang tertinggal agar tidak termakan pada saat setelah berganti kulit. Desinfektan yang lazim digunakan pada saat tersebut adalah kapur, dimana bahan ini mudah menyerap air sehingga dapat mengurangi kelembaban yang dapat memacu pertumbuhan penyakit. Bahkan dikalangan pemerhati sutera dikenal istilah “ Tidur kapur bangun kaporit” yang maksudnya pada saat tidur diberi desinfektan kapur dan setelah berganti kulit atau bangun diberi kaporit.

- Bangun/ berganti kulit
Pada saat baru bangun tidur atau berganti kulit ulat sutera melepaskan kulit lama sehingga biasanya kulit baru masih lembek, pada periode tersebut kondisi ulat sangat lemah dan mudah terserang penyakit. Pemberian desinfektan perlu dilakukan sebelum pemberian makan, hal ini penting diperhatikan sebab penularan penyakit dari daun ke tubuh ulat sangat mungkin terjadi lewat pakan, karena infeksi virus kebanyakan terjadi karena pemberian pakan dengan daun murbei yang mengandung virus (Tanada dan Kaya, 1993) dalam (Budisantoso dan Nurhaedah, 1999).

C. Desinfeksi Setelah Pemeliharaan
Setelah berakhir satu periode pemeliharaan ulat sutera yang ditandai dengan panen kokon, maka semua peralatan yang digunakan pada saat pemeliharaan berlangsung harus segera dibersihkan, selanjutnya dilakukan desinfeksi secara menyeluruh baik rumah ulat, peralatan maupun pekarangan sekitar rumah ulat.

III. PERANAN DAN PELAKSANAAN DESINFEKSI PADA PEMELIHARAAN ULAT SUTERA
Desinfeksi dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya penyakit baik di dalam maupun diluar ruangan pemeliharaan, terutama penyakit yang disebabkan oleh cendawan sebab spora cendawan sangat mudah menyebar melalui perantaraan angin. Disamping itu juga berfungsi untuk melindungi ulat sutera dari serangan berbagai macam penyakit baik virus maupun bakteri. Tindakan desinfeksi harus dilaksanakan sedini mungkin dimulai sejak ulat baru menetas atau sebelum hakitate, bahkan pada saat instar ke IV sampai menjelang mengokon sebaiknya dilakukan setiap hari sebelum pemberian pakan kecuali saat istirahat. Hal ini diperlukan sebab semakin tinggi pertumbuhan ulat pemberian pakan semakin banyak sehingga intensitas penularan penyakit lewat patogen pakan lebih banyak. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Saing dan Sumirat (1997) yang menunjukkan bahwa, tingkat mortalitas ulat bertambah seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan ulat sutera.Desinfeksi ulat sutera dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi. Desinfeksi secara fisik dapat dilakukan dengan menggunakan cahaya matahari, air mendidih dan uap air (Lee Y.K. 1995) sedang kimiawi berupa: kapur, kaporit dan formalin.

Pelaksanaan desinfeksi secara fisik dengan sinar matahari disamping murah juga mudah dilaksanakan, hanya memerlukan waktu yang lama karena tergantung pada keadaan cuaca dan bila musim hujan hal ini tidak dapat dilakukan, juga untuk alat-alat yang terbuat dari bambu atau kayu metode ini tidak efektif sebab hypa cendawan dapat menembus jauh ke bagian dalam sehingga kemungkinan tidak terjangkau. Untuk peralatan yang kecil seperti pisau, kuas dapat dilakukan dengan air mendidih atau uap air. Desinfeksi secara kimiawi dengan menggunakan kapur, kaporit dan formalin memerlukan waktu yang tidak terlalu lama dan hasilnya lebih efektif, namun memerlukan biaya yang lebih mahal. Pelaksanaan dapat dilakukan melalui metode pencelupan untuk alat pemeliharaan seperti pisau daun, baskom dan alat pengokonan juga dapat dilakukan dengan penyemprotan untuk ruangan pemeliharaan serta penaburan untuk tubuh ulat dengan menggunakan ayakan.

Dengan demikian desinfeksi disini dapat berfungsi memberi ketahanan tubuh pada ulat sutera agar terhindar dari berbagai serangan penyakit dan faktor lain yang dapat menyebabkan kematian ulat.Untuk memperoleh hasil yang maksimal maka dalam pelaksanaan desinfeksi ini perlu diperhatikan aspek teknis meliputi ketepatan waktu, bahan dan dosis yang digunakan agar layak secara ekonomi dan juga aman bagi ekologis, serta efektif bagi target sasaran (Hidayat, 1985).

Dengan tindakan desinfeksi diharapkan serangan penyakit pada pemeliharaan ulat sutera tidak menimbulkan kerugian ekonomis dan produksi kokon dapat dipertahankan. Hasil penelitian Anwar (1989) dalam Atmosoedarjo, dkk (2000) menunjukkan dengan perlakuan desinfeksi pada ruang, alat dan tubuh ulat sutera menghasilkan kokon sebesar 27,417 kg kokon/box sedangkan tanpa perlakuan desinfeksi hanya sebesar 19,533 kg kokon/box.

IV. PENUTUP
Penerapan/pelaksanaan desinfeksi di petani masih menghadapi berbagai kendala antara lain: biaya, peralatan, dan pengetahuan tentang hal tersebut. Kendala ini sangat penting diatasi sehubungan dengan upaya untuk mengeliminir serangan penyakit dan menjaga keseimbangan dan stabilitas produksi sutera alam. Dan tentunya hal tersebut berdampak pada petani baik langsung maupun tidak langsung seperti pendapatan dan minat untuk mengusahakan komoditas tersebut.

DAFTAR PUSTAKA


Atmosoedarjo, J. Kartasubrata, M. Kaomini, W.saleh, W.Moerdoko, 2000. Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.

Lee, Y.K. 1995. Desinfection of Rearing Room and Appliances. In Principles and Practices in Sericulture. National Sericulture and Entomology Research Institute, Korea.

Saing M dan B. Sumirat, 1997. Efikasi berbagai jenis desinfektan terhadap penyakit Aspergillus (Aspergillus. spp.) pada ulat sutera. Buletin Penelitian Kehutanan Ujung Pandang.

Nurhaedah dan Budisantoso, 1999. Pengendalian penyakit Nucleus Polyhedrosis Virus pada ulat sutera dengan beberapa jenis desinfektan. Prosiding Balai Penelitian Kehutanan Ujung Pandang.

Senin, 08 Oktober 2012

Cara beternak ulat sutera

Pemeliharaan Ulat Sutera Kecil

Sifat dari ulat sutera kecil berbeda dengan sifat ulat sutera besar. Ulat kecil mempunyai daya tahan yang lemah terhadap serangan hama dan penyakit, sehingga pada waktu pemeliharaan dapat menjaga kesehatan dan kebersihan tempat. Pertumbuhan ulat sutera kecil, terutama instar pertama sangat cepat, tetapi tidak tahan terhadap kekuranagan makanan. Kondisi lingkungan juga berbeda, untuk pertumbuhannya ulat sutera kecil membutuhkan temperatur 260 C– 280 C dengan kelembaban antara 80% - 90%.
Dalam pelaksanaannya ada langkah-langkah penting yang harus diperhatikan antara lain:




Persiapan Pemeliharaan
Sesuai dengan sifat ulat sutera kecil yang rawan terhadap serangan hama dan penyakit, agar pemeliharaan dapat berhasil maka pemeliharaan ulat sutera kecil hendaknya dilakukan di ruangan khusus. Dimana tempertatur, kelembaban, cahaya dan aliran udara dapat diatur.Karena pemeliharaan ulat sutera kecil tidak memerlukan ruangan yang terlalu luas, maka sebaiknya pemeliharaan dilakukan secara bersama atau kelompok agar pengelolaannya lebih efisien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan bangunan pemeliharaan ulat sutera kecil antara lain :

  • Bangunan sedapat mungkin dekat dengan kebun murbei. Hal ini untuk memudahkan pengangkutan dan menghindari kelayuan daun akibat lamanya dipengangkutan.
  • Lingkungan di sekitar bangunan bersih, supaya tidak mudah penularan hama dan penyakit pada ulat.
  • Ruangan tempat pemeliharaan ulat bersih dan kering serta terdapat jendela untuk pentilasi udara.
  • Sediakan tempat pembuangan kotoran ulat yang jauh dari bangunan.
  • Jumlah bibit ulat sutera yang akan dipelihara juga harus disesuaikan dengan kapasitas ruangan dan peralatan yang ada. Jangan sampai ulat dipelihara terlalu padat, karena akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan akhirnya akan menurunkan produksi dan kualitas kokon. Demikian pula persiapan daun murbei untuk makan ulat kecil yang masih lemah, diperlukan daun yang lunak dan bergizi tinggi. Untuk keperluan itu, maka pohon murbei harus dipangkas 1 bulan sebelum pemeliharaan.
Peralatan dan Bahan
Peralatan dan bahan yang diperlukan dalam pemeliharaan ulat kecil adalah sebagai berikut:
Tabel Alat dan bahan pemeliharaan ulat sutera
Tabel alat dan bahan pemeliharaan ulat sutera
Desinfeksi
Salah satu pekerjaan yang penting sebelum pemeliharaan ulat sutera dilakukan adalah desinfeksi. Pekerjaan ini bertujuan untuk mencegah timbulnya bibit-bibit penyakit yang dapat menyerang ulat sutera. Pada lingkungan yang kotor ulat sutera mudah terjangkit penyakit, karena bibit penyakit tersebar di luar dan di dalam ruang pemeliharaan, baik pada peralatan, sisa makanan ulat, kotoran ulat dan pada ulat yang mati.
sumber bibit penyakit ulat sutera
Sumber bibit penyakit
Tindakan pencegahan timbulnya penyakit yang harus dilakukan adalah pembersihan dan desinfeksi lingkungan, peralatan dan ruangan pemeliharaan. Desinfeksi dapat dilakukan dengan penyemprotan atau mencelupkan peralatan dalam larutan 2% formalin atau kaporit. Keperluan larutan formalin untuk desinfeksi adalah 1 liter per m2, sehingga basahnya cukup merata dan mampu membasahi ruangan selama 6 jam. Semua pintu dan jendela ditutup rapat sekurang-kurangnya selama 24 jam.
Desinfeksi peralatan

Untuk desinfeksi peralatan seperti sasag, keranjang, tempat daun dan lain sebagainya dapat dilakukan dengan cara dicelupkan pada bak yang berisi larutan desinfeksi. Peralatan tersebut dibiarkan terendam larutan formalin selama 30 menit, sesudah itu alat-alat perlu dikeringkan dengan panas matahari.
desinfeksi peralatan
Inkubasi

Inkubasi telur adalah penyimpanan telur untuk penetasan di dalam ruangan yang temperatur, kelembaban dan cahayanya dapat diatur agar telur ulat sutera dapat menetas dengan baik dan merata pada waktu yang direncanakan. Kebutuhan temperatur selama inkubasi adalah 250 C dan kelembaban 75% - 80%, dengan pengaturan cahaya 18 jam terang dan 6 jam gelap setiap harinya. Hal ini dilakukan sampai 2 hari menjelang waktu menetas. Adapun cara melakukan inkubasi adalah sebagai berkut :

  • Telur ulat disebar merata pada kotak penetasan dan ditutup dengan kertas parafin.
  • Simpan di tempat yang sejuk yang terhindar dari sinar matahari langsung.
  • Atur temperatur dan kelembaban sebagai berikut : temperatur 250 C dan kelembaban 75% - 80%, dengan pengaturan cahaya 18 jam terang dan 6 jam gelap setiap harinya sampai 2 – 3 hari menjelang waktu menetas.
  • Kurang lebih 2 – 3 hari lagi sebelum telur menetas, dengan ditandai bintik-bintik biru pada 80% telur-telur tersebut, ruangan harus dibuat gelap total, dengan menutup tirai dan lampu ruangan dipadamkan dengan harapan telur dapat menetas secara serempak.
  • Ruang penetasan telur ulat sutera
    ruang penetasan telur ulat sutera
  • Periksa penetasan pada pukul 05.00 pagi pada hari perkiraan telur akan menetas. Apabila telur baru menetas sekitar 20% maka segera tutup kembali ruang penetasan dan biarkan sampai besok pagi lagi supaya telur menetas secara seragam. Kalau sudah banyak yang menetas maka tutup dibuka dan diberi penerangan yang cukup supaya telur yang belum menetas terangsang untuk cepat menetas




Telur ulat sutera yang baru menetas
Telur yang baru menetas
Penanganan ulat yang baru menetas 
Langkah pertama dalam pemeliharaan ulat yang baru menetas adalah persiapan peralatan dan bahan-bahan. Pemeliharaan ulat kecil yang baru menetas meliputi pekerjaan sebagai berikut :


  • Kotak penetasan yang berisi ulat yang baru menetas diletakkan di atas sasag yang telah diberi alas kertas parafin.
  • Sebelum ulat kecil diberi makan, dilakukan terlebih dahulu desinfeksi dengan cara menaburkan campuran kapur dengan kaporit 5% ke tubuh ulat sutera.
desinfeksi ulat sutera yang baru menetas

  • Langkah berikutnya pemberian makan dengan daun murbei muda yang dirajang halus dan diberikan secara merata.
  • Selanjutnya kotak penetasan ditutup kertas parafin atau kertas minyak dan letakkan pada rak pemeliharaan dengan teratur.



4 jam kemudian tutup dibuka, ulat yang menempel pada daun murbei di dalam kotak penetasan dipindahkan ke sasag.
ulat sutera ditutup daun murbei
Ulat diberi makan dengan rajangan daun murbei dan ditutup kembali dengan kertas parafin.
Pengambilan dan Penyimpanan daun murbei 
class="article-content"> Daun untuk ulat kecil adalah daun yang diambil dari kebun murbei yang telah dipangkas 1 bulan sebelumnya. Pengambilan daun sebaiknya dilakukan pagi hari atau sore hari untuk menghindari kelayuan dan diambil sesuai dengan kebutuhan saja. Untuk masing-masing instar diperlukan daun yang berbeda-beda. Untuk instar I diperlukan daun ke 4 – 5 dihitung dari pucuk terpanjang, instar II daun ke 5 – 6 sedangkan untuk instar III diambil dari daun ke 7 – 8. pengambilan daun dari kebun dilakukan dengan cara memetik atau mewiwil sesuai dengan instar ulat kecil.
Pengambilan daun untuk ulat kecil
Pengambilan daun untuk ulat kecil
Daun murbei yang diambil dari kebun, sebelum diberikan pada ulat kecil harus disimpan di tempat yang bersih dan terlindung. Penyimpanan dapat menggunakan keranjang atau di lantai. Susun daun pada posisi tegak dan tidak terlalu rapat kemudian tutup dengan kain supaya daun tidak cepat layu. Untuk menjaga supaya daun tetap segar, maka jaga kelembaban tetap tinggi dengan menciprati lantai dengan air dan jangan membasahi daun dengan menyiram.

Pemberian makan
Daun murbei , sebelum diberikan sebagai pakan terlebih dahulu harus dirajang untuk memudahkan ulat makan. Ukuran rajangan berbeda untuk maing-masing instar. Ukuran rajangan untuk instar I adalah 0,5 cm – 1 cm, instar II berukuran 1 – 2 cm, sedangkan untuk instar III ukuran rajangan 2 – 3 cm.

ukuran rajangan daun murbei
Ukuran rajangan daun murbei

Berikan rajangan daun murbei secara merata dalam jumlah yang cukup. Untuk menghindari daun murbei cepat kering, maka sasag tepat ulat ditutup kertas setelah pemberian makan. Berikan pakan 3 – 4 kali sehari yaitu pagi, siang, sore dan malam hari.

Petunjuk pemeliharaan 1 box ulat sutera kecil (25000 ekor)
Petunjuk pemeliharaan 1 box ulat sutera kecil

Pemberian makan terakhir pada tiap instar harus dilakukan setelah 90% dari ulat itu istirahat.  

Desinfeksi tubuh ulat sutera

Pada waktu ulat tidur dan ganti kulit, ditaburkan di atasnya campuran kapur dan formalin 0,5%, dan biarkan tidak ditutup agar kondisi sekitar ulat kering. Hindari dari goncangan, tiupan angin dan suara yang keras. Selesai ganti kulit pada instar berikutnya lakukan desinfeksi seperti pada waktu ulat tidur.
Desinfeksi tubuh ulat sutera
Desinfeksi tubuh ulat
Pembersihan dan perluasan tempat
Daun-daun yang tidak dimakan ulat kalau dibiarkan akan terus menumpuk, akibatnya akan mengganggu pada pertumbuhan ulat sutera. Agar kotoran ulat dan sisa daun tidak menjadi sumber penyakit maka perlu dibersihkan. Pada instar I, tempat ulat dibersihkan satu kali pada saat ulat bangun tidur, sedangkan instar II dan instar III dibersihkan sebelum ulat tidur.
memasang jaring
Memasang jaring
Pembersihan dilakukan dengan cara memasang jaring pada sasag tempat pemeliharaan ulat. Selanjutnya di atas jaring diberi daun murbei yang baru. Setelah semua ulat naik ke atas jaraing untuk makan, jaring diangkat dan dipindahkan ke tempat lain. Kotoran ulat dan sisa daun yang tertinggal dibersihkan lalu dibuang ke tempat yang jauh.
Perluasan tempat ulat sutera
Perluasan tempat ulat
Sesuai dengan perkembangan ulat, tempat ulatpun harus selalu diperluas. Perluasan harus dilakukan dengan hati-hati dan pada waktu yang tepat. Perluasan ulat jangan dilakukan sekaligus untuk menghindari banyaknya ulat yang hilang. Apabila ulat tidak dapat diperluas pada satu tempat, maka pindahkan ulat pada tempat yang lain.
Pemeliharaan Ulat Besar
Pemeliharaan ulat besar dilaksanakan pada instar IV dan instar V. Kedua instar ini secara fisiologi sangat berbeda satu sama lainnya. Instar IV lebih dekat pada ulat sutera kecil, maka pemeliharaan dititik beratkan pada menjaga lingkungan yang bebas penyakit, suhu dan kelembaban yang sesuai, pemberian pakan yang cukup dan bergizi.
Pada instar V merupakan fase terpenting pemeliharaan ulat sutera, karena pada fase ini pertumbuhan kelenjar sutera berjalan cepat. Keperluan daun murbei untuk pakan hampir 90% dihabiskan pada instar V, sehingga daun murbei harus dimanfaatkan seefisien mungkin.
Ruang pemeliharaan ulat sutera
Pemeliharaan ulat sutera besar dapat dilakukan di bangunan khusus, yang tata letak ruangannya diatur sedemikian rupa. Bangunan pemeliharaan pada dasarnya harus mempunyai 3 ruangan yang masing-masing berbeda kegunaannya. Ruang tersebut adalah ruang pemeliharaan, ruang penyimpanan daun murbei, dan ruang penyimpanan peralatan pengokonan. Dimana ruang penyimpanan daun harus terlindung dari angin dan panas matahari serta terpisah dari ruang penyimpanan peralatan pengokonan.
skema bangunan pemeliharaan ulat sutera besar
Skema bangunan pemeliharaan ulat besar
Sifat ulat sutera besar berbeda dengan ulat kecil, ulat besar menghendaki suhu dan kelembaban yang lebih rendah. Sehingga suhu perlu diatur pada 230 C – 240 C dan kelembaban 75%.
Pembersihan dan desinfeksi ruang dan peralatan
Sebelum pemeliharaan ulat besar, seperti halnya pada pemeliharaan ulat kecil perlu dilakukan pembersihan dan desinfeksi ruang dan peralatan yang akan dipakai. Cara pelaksanaan pembersihan dan desinfeksi sama seperti pada pemeliharaan ulat kecil. Desinfeksi dilakukan paling lambat 2 hari sebelum pemeliharaan ulat besar dimulai. Di samping itu juga harus selalu tersedia larutan desinfeksi untuk kaki dan tangan. Cara disinfeksi sama seperti pada desinfeksi ulat kecil.

Peralatan dan bahan
Peralatan dan bahan-bahan yang penting dalam pemeliharaan ulat besar adalah rak pemeliharaan, gunting stek, golok, sasag, lembaran plastik, ember, jolang, kain blacu, jaring, alat pengokonan, kapur, kaporit dan formalin.
Tanaman murbei untuk ulat besar
Daun murbei untuk pakan ulat besar dibutuhkan yang kandungan airnya rendah dan gizinya tinggi. Untuk mendapatkan daun tersebut tanaman murbei harus dipangkas 3 – 4 bulan sebelum pemeliharaan ulat dan melakukan pemupukan yang cukup. Di samping itu juga harus dilakukan pengendalian hama dan penyakit, cara panen yang benar dan penyimpanan daun murbei yang telah dipanen dengan baik. Kegiatan tersebut dilakukan, selain untuk meningkatkan produksi daun murbei juga untuk mempertahankan supaya daun tetap bergizi tinggi.
Tanaman murbei siap panen

Sumber:
http://budidayanews.blogspot.com/

Jumat, 05 Oktober 2012

Daun Murbei, Tak Hanya Makanan Ulat Sutra Tapi juga Kaya Manfaat

Tak pernah disangka, bahwa ternyata dedaunan yang satu ini tak hanya disukai ulat sutra, namun juga ampuh usir asam urat. Daun bebesaran atau nama lain dari daun murbei (Morus alba) berasal dari negeri Cina tumbuh di dataran tinggi seperti di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan dan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Selain itu juga tumbuh di lereng gunung yang banyak terkena sinar matahari seperti di Temanggung dan Jepara. Tinggi pohon murbei berkisar antara 5 sampai 9 meter, berdaun hijau lebar dan memanjang. Tanaman murbei dapat berbunga sepanjang tahun. Buah yang muda berwarna hijau, yang tua berwarna merah dan rasanya asam. Buah yang sudah matang berwarna hitam dan rasanya manis. Tanaman ini diperbanyak dengan cara stek dan okulasi.

Awalnya tanaman ini ditanam untuk memenuhi kebutuhan pakan ulat sutra, namun seiring perkembangan waktu ternyata tanaman ini juga memiliki khasiat untuk kosmetik dan sebagai tanaman kesehatan. Karena menurut penelitian daun murbei ini banyak mengandung bioaktif dan berkhasiat menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Untuk mengobati penyakit, yang digunakan adalah bagian daun, ranting, buah, dan kulit akarnya. Daun murbei muda berkhasiat menurunkan tekanan darah tinggi, merangsang produksi ASI, mempertajam penglihatan, dan baik untuk pencernaan. Buahnya (Sang-shen) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah, mengatasi sukar tidur, batuk berdahak, pendengaran kurang, sembelit pada orang tua, sakit tenggorokan, memperkuat ginjal, sakit otot dan kurang darah. Kulit akarnya (Sang-bai pi) untuk obat sesak napas (asma), muka bengkak, kencing nyeri dan sakit gigi. Sedang rantingnya (Sang-zhi) untuk mengatasi rematik, sakit pinggang, kram, tekanan darah tinggi dan menyuburkan pertumbuhan rambut.

buah murbei
Sifatnya yang diuretik (peluruh kencing) ini juga berkhasiat untuk menurunkan kadar asam urat yang berlebihan, mengatasi penyakit diabetes mellitus, kolesterol tinggi, sakit kulit, kaki gajah, sakit kepala, batuk, demam, dan malaria. “Konsumsi murbei ibarat membersihkan badan untuk membersihkan kotoran yang menempel di badan. Daun murbei yang diseduh seperti teh dapat membersihkan racun yang ada dalam tubuh”, ujar Ahmad Fauzi Skep.NS, praktikus kesehatan dan perawat dari Dinas Kesehatan Kediri, Jawa Timur. Beliau menambahkan daun murbei memiliki sifat detoksifikasi tinggi yang mampu menetralisir racun yang mengendap baik dalam darah maupun ginjal.

Daun murbei mengandung ecdysterone, inokosterone, lupeol, beta-siterol, moracetin, isoquesetin, scopolin, scopoletin, alfa, beta-hexenal, eugenol, linalool, benzyl alkohol, butylamine, acetone, trigolline, choline, adenin, asam amino, copper, zinc, vitamin (A, B1, C dan karoten), asam klorogenik, asam fumarat, asam folat,dan phytoestrogens.

Zhen Ou Yang dan rekan dari School of Biological and Environmental Engineering Jiangsu University, Zhenjiang, Cina menambahkan daun murbei juga mengandung flavon, alkaloid, polisakarida, sterol, minyak volatil, asam amino, vitamin dan senyawa mikro lainnya yang memiliki aktivitas farmakologi. Seperti flavon yang merupakan antioksidan berperan dalam menghambat oksidasi xantin menjadi asam urat.
Nah, kini tak perlu ragu lagi dengan sederet manfaat dari tanaman murbei ini. Semoga bermanfaat
Sumber:
http://honeyizza.wordpress.com

Kamis, 04 Oktober 2012

Budidaya Ulat Sutera, Murbei & Peluang ekonominya.

Tidak saya lupakan. Pada suatu siang pulang sekolah, dengan membawa sekeranjang daun murbei, saya mendapatkan puluhan ulat sutera yang dipelihara dengan penuh kasih dan harapan, mati bergelimpangan, di kerumuni beribu-ribu semut. Ya ampun! malapetaka apakah yang lebih menyedihkan seorang murid kelas 5 Sekolah dasar, selain kematian hewan-hewan piaraan yang begitu di sayang?

Lagipula, ulat sutera murbei Bombyx mori itu sudha memberikan harapan akan menghasilkan kokon warna-warni. Bukan hanya kuning (seperti umumnya); tapi juga biru, hijau muda, putih, orange dan ungu. Sekarang Sebagian besar mati, mengenaskan, di mangsa ribuan semut. Itulah hama nomor satu bagi petani ulat sutera, selain tikus, burung, dan cecak.

Belum ada petunjuk bahwa untuk memelihara ulat sutera perlu rumah yang bersih, disemprot formalin dan desinfektan. Kelembabannya pun harus di jaga dengan karung-karung basah, dan seterusnya. Balai benih dan pusat-pusat pelayanan pengembangan ulat sutera belum menjamur seperti sekarang.

Sekarang, pemeliharaan ulat sutera sudah berkembang di mana-mana. Kalau kita baca di situs BDSP (Business Development Service Provider), di kabupaten Bogor, Ciamis, Tasikmalaya, dan seputarnya saja puluhan lembaga berurusan dengan ulat sutera. Ada koperasi petani pengrajin Ulat sutera (Koppus) Sabilulungan. Ada pengerajin sutera Priyangan, Persuteraan Cibeureum, dan puluhan lagi. Semua berdedikasi tinggi. Ada yang baru aktif setelah 2000-an, namun ada yang berpengalaman sejak 1970-an.

Bahkan ada yang lebih berpengalaman lagi, seperti industri sutera alam yang di pelopori oleh Aman Sahuri, di Garut sejak 1961. Sekarang usaha itu berkembang, menampung lebih dari seratus karyawan dan menghasilkan sekitar 5.000 meter kain sutera dalam sebulan. Tanpa di dukum petani yang ulet dan berproduksi rutin, mustahil perusahaan dengan peralatan yang cukup lengkap itu bisa memasok produknya ke Bandung, Jakarta, bahkan Bali. Jangan lupa, ia hanya salah satu di antara hampir seratus lembaga yang terkait dengan persuteraan di Indonesia.

Di daerah-daerah beriklim lembab, termasuk Temanggung (Jawa Tengah), Soppeng dan Bili-bili (Sulawesi Selatan) terkenal sebagai penghasil ulat sutera sampai sekarang. Sejarah menunjukkan, sudha lama ulat sutera tidak hanya penting bagi perekonomian negara besar (India, China, Jepang) tapi juga petani kecil di pedesaan.

Berapa nilai ekonomi satu kilogram sutera mentah? harga normal berkisar antara Rp. 25.000 sampai Rp.30.000. Nanun kalau anjlok bisa tinggal Rp. 17.500. Itu terjadi akibat serangan virus pebrine, yang membuat peternakan ulat sutera di bandung terpuruk awal 2005. Akibatnya? industri sutera di Jawa Barat jadi semakin tergantung pada baha mentah dari China. Harga benang sutera olahan impor bisa Rp. 310.000,- per kg, sednagkan benang sutera olahan kepompong lokal hanya Rp. 240.000,-.

Meskipun begitu, cukup menggiurkan petani. Hitung saja, dengan modal 1 box berisi 25.000 telor benih berharga Rp. 60.000,- dalam waktu 25-32 hari petni dapat memanen hingga 20 kg kopompong sutera mentah. Tidak perlu lahan luas, cukup 20-50 meter persegi. Pakan yang diperlukan sekitar 700 kg daun murbei segar. Bila pemeliharaannya baik, menurut Rudi Wahyudin, pakar agrotek dari Institut Pertanian Bogor (IPB), panen bisa di tingkatkan hingga 40 kg. Tergantung pada bibit, pakan, cuaca, dan konstruksi rumahnya.

Nah, rumah untuk inilah yag perlu modal. Satu rumah ulat idealnya perlu biaya Rp. 20 juta.
Padahal peternakan ulat sutera sesungguhnya multiguna. Ia bisa berfungsi ekologis- melestarikan alam dan industri ramah lingkungan. Bisa juga bernilai ekonomis dan sekaligus susio-kultural. Kain sutera membuka kegiatan sosial bernilai budaya tinggi dan berdampak langsung pada kesehatan. Serat sutera bersifat higroskopis, menghalangi terpaan sinar ultraviolet, menjaga kekenyalan kulit, dapat di manfaatkan sebagai bahan kosmetik maupun industri pengobatan.

TEH MURBEI DAN EKOLOGI

Penulis diktat Budidaya Ulat Sutera, Mien Kaomini, mengingatkan, perkebunan murbei juga memberikan produk sampingan yang bernilai ekonomi maupun ekologi. Pertama murbei mengandung banyak bioaktif sehingga dapat digunakan sebagai obat alternatif berupa teh daun murbei. Kedua: buahnya dapat dikonsumsi. Sedangkan ketiga: batangnya dapat digunakan untuk media bertanam jamur. Menurut aktifis Kelompok Peneliti Persuteraan dari Bogor itu, limbah peternakan sutera dapat di proses menjadi hasil ikutan antara lain klorofil dari kotoran ulat, serbuk larva, protein pupa, serbuk sutera.

Jadi produk utama adalah daun, buah dan kayu murbei. Di Nepal, pemerintah mendistribusikan bibit murbei sebagi langkah pertama untuk mengembangkan industri sutera. Dalam tahun 2004; misalnya, tak kurang dari satu juta bibit murbei dibagikan di seluruh negeri, guna mengejar target produksi 6.000 kg kokon atau kepompong. Para petani di lereng Himalaya itu percaya bahwa budidaya ulat sutera sangat cocok di lahan-lahan terjal. Jangan heran kalau 180 petani dengan 9 perkebunan murbei dapat menghasilkan 600 kg sutera mentah dalam setahun.

Thailand juga menggunakan perkebunan dan penenunan sutera rakyat sebagai atraksi pariwisata. Pada akhir november hingga awal desember biasa diadakan festival sutera di desa-desa yang menghasilkan kepompong. Begitu juga di Vietnam. Peternakan ulat sutera relatif tidak memerlukan tempat luas. Kandang ulat yang memerlukan lembar-lembar bambu dapat disusun. Wisatawan bisa menikmati mulai dari pemeliharaans ampai proses produksi, pemintalan benang dan penenunan kainnya.

Masalahnya di Indonesia, lahan murbei belum cukup tersedia, bibit ulat sutera sudah melimpah. Akibatnya ulat menetas dan kurang pakan. Satiap satu boks telur ulat, paling sedikit perlu 50 meter persegi kebun murbei. Dan itu harus ditanam dulu. Kalau ulat kurnag pakan, lama sekali baru mau bikin kepompong. Yang biasanya 25 hari sudah memintal benang kepompong, bisa jadi 40 hari. Hasilnya pun tipis dan tidak optimal. Jadi, kebun murbei perlu di kembangkan, sekaligus sebagai sarana penghijauan ditebing-tebing sungai. Itulah yang membuat industri ulat sutera di Temanggung berjalan kencang.

Pohon murbei yang bernama latin Morus alba L dan Mandarin, Sang ye, tidak hanya disukai ulat sutera, tapi juga bermanfaat bagi manusia. Daun mudanya enak di sayur, berkhasiat menurunkan tekanan darah tinggi, memperbanyak susu ibu, membuat pengelihatan lebih terang, dan meluruhkan kentut. Buahnya, dalam bahasa mandarin disebut sang shen, bermanfaat untuk memperkuat ginjal dan meningkatkan sirkulasi darah. Paling praktis, buah murbei adalah pencahar, untuk menghilangkan sembelit dan mengatasi gangguan pencernaan. Di Tiongkok, orang percaya buah murbei dapat mempertajam pendengaran.

Kulit pohon murbei juga biasa di jadikan obat. Nama China-nya sang pei pi, dapat mengobati penyakit asma, sesak nafas, muka bengkak dan batuk. Begitu menurut Sinshe Chang, yang membuka toko obat tradisional di Pekalongan, purwokerto, Tegal, dan beberapa kota lain di Jawa Tengah. Ia juga memberikan resep, daun murbei dapat di pakai sebagai obat kalau digigit serangga, atau di tumbuk halus, dipopokkan pada luka. Akarnya bisa direbus sebagai penawar demam.

Di Jawa Tengah, pohon murbei, banyak ditanam di Temanggung dan Jepara. Tingginya, maksimal bisa mencapai 9 meter. Bagi banyak orang tanaman dari Tiongkok ini bisa tampak sebagai perdu, semak-semak atau sekedar pagar. Namun, di Ithaca, New York, Amerika Serikat, saya pernah melihat dan memanjat pohon murbei yang sudah berumur 150-an tahun. Mulberry itu tidak terlalu tinggi, tapi pokoknya hampir sebesar pelukan orang dewasa. Buahnya banyak sekali. Pemiliknya seorang Indonesianis terkemuka, Benedict Anderson!

Pohon itu memberi inspirasi bahwa kalau di pelihara dengan baik dan tidak di tebang, murbei pun bisa besar dan indah. Namun demikian, dalam pengembangan pohon murbei harus di perhatikan faktor ekologinya.
Potensi industri ulat sutera sebenarnya besar. Apalagi jika menyangkut budidaya selendang sutera, batik sutera, benang sutera dan lain-lain, yang pengerajinnya meluas di berbagai pedesaan.

Murbei mungkin tidak pernah menjadi primadona seperti pohon buah merah yang berkibar sebagai berita. Namun, potensinya sebagai bahan farmasi, tidka boleh diabaikan. Demikian juga buahnya, terutama produk sampingannya: ulatsutera. Kalau saja produksi kain sutera mencukupi, harga kain batik dan baju bodo pun tidak perlu melambung tinggi dan sukar di dapat.



sumber: Majalah Trubus.